Sahabat,
Indra ke enam tidak harus selalu terkait dengan dunia gaib. Alam jin,
gendruwo, kuntilanak, dll. Ataupun dunia ramal-meramal, trawangan, dll.
he...he..he.. Nah, itulah salah kaprahnya kita bangsa indonesia, sukanya
cari ketrampilan yang tidak compatible dengan kebutuhannya. Paling suka
kalau disebut orang sakti, tetapi ilmu kesaktiannya tadi tidak
bermanfaat untuk membawanya ke puncak tangga sukses. Ya, karena paling
banter ilmunya tadi hanya menunjang untuk jadi Paranormal, sebuah
profesi yang agaknya cukup banyak diminati oleh masyarakat kita.
he..he..he..
Padahal indra ke enam, the six sense, atau Intuisi
tidaklah terbatas pada dunia gaib dan dunia ramal-meramal semata. Namun
itu terkait dengan segala bidang kehidupan, setiap manusia mempunyai
bakat kepekaan indra ke enam. Dan menurut saya, pengembangan Indra ke
enam yang terbaik haruslah dapat membawa manfaat bagi kehidupannya dan
terutama dapat menunjang apapun profesi yang di gelutinya.
Apakah intuisi itu?
Bagaimana anda bisa menggunakannya lebih baik?
Intuisi adalah kekuatan yang dengan cepat menyadari bahwa “sesuatu” itu
adalah kasusnya. Intuisi adalah kemampuan psikis yang dikenal sebagai
firasat, atau kemampuan untuk merasakan apa yang akan terjadi
selanjutnya. Hal tersebut dilakukan tanpa intervensi dari berbagai
proses yang masuk akal. Tidak ada langkah-langkah induktif atau deduktif
yang masuk akal. Tidak ada analisa yang wajar dari situasi tersebut,
tidak ada bantuan dari imajinasi. Hanya sekilas dan tiba-tiba muncul.
Anda hanya tahu ada yang tidak sesuai.
Definisi “intuisi” yang paling praktis dan akurat bagi saya adalah
“ketika saya tahu sesuatu, tanpa mengetahui bagaimana caranya, kok, saya
bisa tahu hal tersebut.” Inilah juga yang disebut kecerdasan hati, di
mana informasinya tidak hadir sebagai buah pikiran, atau analisa yang
komprehensif dan akurat dari segala sudut. Intuisi umumnya hadir dalam
bentuk sebuah ‘rasa’ yang sederhana, jernih namun berbisik, sehingga
untuk bisa menangkapnya kita perlu lebih terbuka dan peka.
Untuk menjadi intuitif adalah sifat alami manusia, hampir setiap manusia
mempunyai kemampuan ini, dan pernah mengalaminya selama hidupnya. Yang
membedakan hanya tingkatan dari kemampuan ini. Namun, ilmu pengetahuan
masih belum menjelaskan mengapa beberapa individu tampaknya lebih kuat
dan lebih tajam intuisinya daripada orang lain. Hal ini karena ada
beberapa individu langka yang memiliki kemampuan psikis kuat dari yang
lain. Banyak orang berpikir bahwa intuisi adalah hanya soal kebetulan.
Namun, ada beberapa individu-individu berbakat yang intuisinya jarang
gagal dan selalu menjadi kenyataan - ini jelas bukan lagi soal
kebetulan.
Sebenarnya setiap orang memiliki intuisi yang kuat dan berpotensi sama.
Seorang bayi dan ibu berkomunikasi dan saling memahami lewat rasa, lewat
intuisi. Hanya memang ketika kita menjadi dewasa, lalu dididik untuk
lebih mengasah pikiran dan kecerdasan otak serta cenderung mengabaikan
perasaan, maka perlahan-lahan kemampuan intuisi ini pun menjadi pudar,
tumpul bahkan hampir hilang sama sekali bagi sebagian individu. Bahkan
bagi orang-orang yang 100% bertumpu pada kecerdasan otak saja,
mendengarkan rasa hati dianggap sebagai sesuatu yang aneh, tidak alami,
bahkan bodoh. Menurut orang-orang ini, pilihan dan keputusan yang baik
adalah yang diambil berdasarkan proses berpikir dan analisa yang baik.
Mengembangkan Intuisi Anda
Bila Anda ingin untuk hidup yang lebih dibimbing oleh intuisi Anda,
Pertama, ingatlah bahwa semua orang punya intuisi secara alamiah.
Ini bukan keterampilan baru yang harus diperoleh, namun keterampilan
lama yang terlupakan, dan perlu diasah kembali agar bermanfaat dalam
keseharian.
Kedua, untuk melatih kembali intuisi kita, kita perlu membiasakan
kembali dengan keheningan, apa pun bentuknya. Dari mulai rileks,
berdoa, meditasi, bahkan melamun di toilet pun merupakan bentuk
keheningan yang bisa membantu kita untuk memunculkan inspirasi dan
intuisi. Tanpa keheningan, intuisi akan tersamar dengan segala arus
informasi di sekitar kita, dan kebisingan pikiran kita sendiri.
Ketiga, bila Anda ingin berkonsultasi dengan kata hati Anda,
setelah mencapai kondisi yang hening, ajukanlah pertanyaan Anda ke dalam
hati. Ini bukanlah sesuatu yang aneh, bahkan sebenarnya sangat wajar
dan alamiah.
Keempat, setelah hening dan bertanya, tunggu dan perhatikan.
Jawaban atau bimbingan dari hati Anda bisa muncul dalam bentuk rasa,
suara, gambar, simbol, mimpi maupun kebetulan-kebetulan yang muncul
begitu saja dalam keseharian Anda. Biasanya setiap orang akan memiliki
bentuk intuisi yang khas. Ada yang selalu memperoleh intuisi lewat
mimpi, atau dalam bentuk rasa hati, maupun rasa di tubuh. Sebagai
contoh, sahabat saya selalu memilih restoran yang ingin dikunjungi
bilamana perutnya terasa “hangat” ketika mendengar nama restoran itu
diucapkan. Sepintas terdengar konyol, tapi saya ingin Anda tahu bahwa
kita semua mendengarkan intuisi dengan pola yang berbeda-beda setiap
orang.
Kelima,
milikilah jurnal intuisi, yang membantu Anda untuk
memerhatikan keterkaitan antara kebetulan-kebetulan yang terjadi,
isyarat mimpi, rasa di hati dengan kenyataan yang terjadi setiap hari di
sekitar Anda. Perlahan-lahan Anda akan mulai memerhatikan bahwa
sebenarnya tidak ada yang kebetulan, dan Anda mulai bisa membaca intuisi
Anda dengan lebih tepat.
Mempercayai intuisi anda.
Intuisi merupakan suatu kebutuhan, karena tidak semua masalah dapat
dijelaskan hanya dengan logika. Misal: Pada saat membaca laporan yang
disodorkan oleh anak buah, anda dihinggapi perasaan kurang nyaman, bahwa
laporan yang dibuat oleh anak buah anda tidak benar, atau anda
mempunyai perasaan bahwa bawahan anda akan berbuat curang.
Langkah apakah yang akan anda lakukan? Tentunya anda harus melakukan
penelitian, check dan re check , apa yang ada dibalik laporan tersebut,
dan melakukan probing dengan orang-orang yang ada hubungannya dengan
laporan tersebut, sampai anda merasa yakin bahwa feeling anda benar atau
tidak. Ada memang orang yang intuisi nya sangat kuat, dan sering apa
yang dirasakan akan benar-benar terjadi.
Kalau anda sekarang cenderung untuk lebih berhati-hati dan memberikan
status yang lebih terhadap intuisi dalam berpikir, anda telah mengambil
langkah pertama untuk menggunakan intuisi tersebut dengan lebih baik.
Selanjutnya adalah belajar untuk mempercayai kekuatan intuisi anda. Ini
tidak berarti selalu, juga tidak berarti kadang-kadang, karena seseorang
tidak bisa menyamakan tentang seberapa seringnya. Tetapi anda sebaiknya
bersiap untuk memberikan intuisi anda keuntungan dari keraguan, anda
harus membangun hubungan yang hangat dan akrab terhadap bagian pikiran
anda, yang siap menawarkan pelayanan unik ini.
Bagaimana intuisi tersebut digunakan dalam bidang pekerjaan?
Saya pernah mendapatkan pelatihan, yang antara lain bagaimana agar
peserta dapat lebih memperdalam rasa dalam mengartikan intuisinya.
Apabila anda bekerja sebagai teller, misalnya, saat ada nasabah yang
ingin mencairkan uang di Bank, pertama-tama anda akan melihat apakah
tanda tangannya cocok dengan yang ada pada dokumen contoh tanda tangan,
kemudian apakah saldo mencukupi. Namun bilamana hati anda merasa
was-was, tidak yakin, maka anda harus mengulangi pengecekan tersebut,
dan membandingkan kembali dengan dokumen yang ada, serta melakukan
klarifikasi melalui telepon terhadap orang yang menandatangani cek
tersebut, apakah benar dia telah mengeluarkan cek nomor seri xxxx dengan
nilai Rp. y.000,-. Anda harus mengikuti intusisi tersebut, yang
sebenarnya merupakan alarm dari hati anda, bahwa ada sesuatu yang kurang
wajar.
Mengapa? Bagi seorang pemalsu tanda tangan, setiap goresan, ketajaman
atau tebal tipisnya garis pada tanda tangan, akan sama persis dengan
yang ada pada contoh tanda tangan. Sedangkan bagi penulis tanda tangan
asli, setiap tanda tangan akan berbeda, baik goresannya, tebal tipisnya,
dan kadang bentuknya tak sama persis. Anda tak percaya? Silahkan di
coba. Dari pelatihan tersebut peserta dapat memahami, bahwa intuisi yang
muncul, harus ditindak lanjuti, karena sebetulnya merupakan alarm
adanya ketidak beresan.
Emosi dan intuisi
Emosi dan intuisi memiliki sumber yang dekat sekali di kedalaman otak.
Mungkin sekali syaraf-syarafnya saling bersilangan. Emosi yang negatif
dari ketakutan dan kegelisahan bisa mengekspresikan dan muncul dalam
intuisi. Seorang penumpang yang gugup mungkin mempunyai intuisi bahwa
penerbangannya ke Paris akan mengalami kecelakaan dan ia pindah pesawat
lain. Tingkat keberhasilan dari intuisi kegelisahan ini bisa dikatakan
rendah. Emosi yang positif juga bisa menghasilkan intuisi yang
diharapkan. Seorang laki-laki dan perempuan yang sedang jatuh cinta bisa
memiliki intuisi tentang karakter dari kekasih yang dicintainya, yang
berubah menjadi irasional.
Seorang pemikir yang mengandalkan hanya pada intuisi , sebagaimana
dilakukan oleh banyak pemikir yang efektif, harus sehat secara fisik dan
emosional. Anda hanya diharuskan untuk mempunyai sedikit rasa sakit
untuk mengetahui bagaimana influensa itu mempengaruhi emosi anda. Anda
mungkin menjadi lebih mudah marah dan tertekan, fokus anda terhadap
kepentingan jatuh ke perut, anda merasakan kesakitan, anda mungkin
hampir yakin bahwa mungkin anda akan meninggal dunia.
Stres dan kelelahan pikiran atau tubuh bisa menyebabkan malapetakan
dalam intuisi para pemikir yang memahami dengan cepat situasi yang
sebenarnya. Para pendaki gunung menyadari bahwa keputusan yang diambil
dalam kondisi lelah sangat tidak berkualitas. Kalau anda lelah, yang
terbaik adalah berpikir secara logis apa yang harus dilakukan, dan tidak
mengandalkan intuisi anda.
Area yang mengunakan intuisi untuk pengambilan keputusan, sebagai berikut:
- Corporate Strategy Planning 79,9%
- Human Resources Development 78,6%
- Marketing 76,8%
- Research & Development 71,6%
- Finance 31,1%
- Production & Operation 27,7%
Dari ilustrasi di atas, nampak bahwa untuk aspek yang mudah
dikuantifikasi seperti bidang keuangan, produksi dan operasi jarang
sekali menggunakan intuisi sebagai landasan membuat keputusan.
Mengambil keputusan berdasar intuisi adalah merupakan ketrampilan yang
dapat dipelajari dari pengalaman, yang diperoleh dari proses berpikir,
dengan cara mengolah informasi yang akurat dan relevan.
Intuisi, Informasi dari Dalam Diri
Vicky Schippers, universal healer dari Belanda, dalam seminarnya
mengenai intuisi di Jakarta menjelaskan bahwa ada berbagai macam bentuk
intuisi, yaitu pengetahuan yang jernih, kata-kata atau kalimat yang
berlaku di benak (tanpa suara), penglihatan yang jelas, melihat dengan
mata ketiga, dll. Intuisi itu datang dari nurani tertinggi atau diri
kita yang terdalam, yaitu ruhani kita.
Namun intuisi ternyata tidak hanya memberikan informasi yang menyangkut keselamatan diri saja, karena menurut Vicky, intuisi memberikan
kebenaran pribadi yang absolute tentang apa saja yang kita butuhkan,
untuk hidup sepenuhnya secara seimbang, dengan pemahaman dan
kebijaksanaan yang baik. Jadi melalui intuisi yang digabung dengan
kecerdasan intelektual, kita bisa melakukan apapun tanpa batasan, mulai
dari meningkatkan kondisi kesehatan hingga meningkatkan status keuangan.
Mengapa bisa begitu?
Menurut Vicky, pada diri manusia terdapat batin sadar (pikiran sadar)
ban batin bawah sadar. Jika batin sadar memiliki lima indera, maka batin
bawah sadar memiliki indera keenam yang kepekaannya tidak terbatas.
Begitu pekanya sehingga batin bawah sadar pun mencatat dan merekam
ketika seseorang memikirkan kita.
Batin bawah sadar adalah batin kolektif/semesta yang menghubungkan semua
batin individu di seluruh alam semesta. Ini menjelaskan bagaimana
orang-orang tertentu mampu membaca pikiran orang lain dan juga bagaimana
orang-orang yang peka dapat menangkap isyarat dan informasi tentang
macam-macam hal.
Mengenai akurasinya, intuisi sangat tergantung pada perkembangan pribadi
dan banyaknya latihan seseorang. Intuisi akan semakin jernih dan tajam
ketika kita tumbuh secara spiritual dan melalui aplikasi pengetahuan
yang dipelajari langkah demi langkah, sedikit demi sedikit dalam hidup
ini.
Intuisi Bisa Dipertajam
Untuk bisa menggunakan ESP atau intuisi secara sengaja, tentu kita perlu
mengasahnya lebih dahulu. Intuisi bisa kita buat lebih tajam jika
memahami cara kerjanya. Sebenarnya kita menangkap hal-hal yang sifatnya
intuisi pada waktu gelombang otak kita memasuki alpha-theta, yaitu
gelombang otak yang frekuensinya rendah, sebuah mekanisme yang terjadi
pada waktu kita tidur. Dalam keadaan sadar (conscious), otak kita
bergetar pada gelombang yang disebut beta. Namun begitu kedua mata
tertutup, gelombangg otak kita turun ke alpha, theta dan terus masuk ke
Delta di mana kita tertidur pulas tanpa mimpi.
Setelah itu, kita akan kembali memasuki gelombang theta lalu kembali
lagi ke fase alpha lalu balik lagi ke fase theta, demikian seterusnya.
Jadi misalkan tidur selama 8 jam, biasanya selama 30 sampai 90 menit
kita berada di fase delta. Itulah sebabnya orang kalau baru tertidur
biasanya sulit dibangunkan. Karena 1 jam pertama tersebut biasanya orang
memang memasuki fase tidur lelap. Kemudian selama 30-60 menit
selanjutnya kita turun ke theta lalu sisanya di alpha. Pada fase
alpha-theta inilah kita memasuki batin bawah sadar dan supra sadar
sehingga seringkali menangkap hal-hal yang sifatnya intuitif.
Itulah sebabnya di kalangan masyarakat Jawa, ketika menafsirkan mimpi
sering kali melihat dulu jam berapa kira-kira mimpi itu terjadi. Karena
mimpi yang dianggap bermakna adalah mimpi yang terjadi pada jam-jam
tertentu ketika gelombang otak kita bergetar pada fase alpha-theta.
Namun demikian, kita tidak selalu harus tidur dulu untuk mendapatkan
informasi yang sifatnya intuitif atau hal-hal yang sifatnya supra
natural. Dengan cara meditasi,
kita bisa saja memasuki fase alpha tersebut. Tentunya dengan tahapan
yang sama dengan tahap-tahap yang kita lewati ketika tidur. Begitu
memasuki fase alpha, maka kita akan bisa menangkap berbagai sinyal dan
rambu-rambu yang memang diberikan Tuhan demi kebaikan kita.
Memang kita tidak bisa mengubah segala sesuatu yang sudah ditakdirkan
Tuhan, Tapi tak ada salahnya mengusahakan agar segala sesuatu berjalan
dengan lebih baik, dengan menggunakan anugerah yang kita miliki sebagai
manusia yang memang diciptakan sempurna. Setujukah Anda?
Latihan Untuk Mengasah Intuisi
Sebenarnya sambil melakukan kegiatan sehari-hari, kita bisa sambil berlatih mempertajam intuisi, misalnya yaitu:
- Ketika telp bordering, sebelum mengangkatnya kita bisa lebih
dulu memfokuskan perhatian untuk mencoba menebak siapa yang menelepon.
- Ketika menerima surat, sebelum membuka sampulnya fokuskan dulu perhatian kita dan cobalah untuk mengetahui apa kira-kira isinya.
- Mengambil kartu-kartu berwarna, sambil memejamkan mata lalu menebak
apakah warna yang terpegang sesuai dengan warna yang memang ingin
diambil.
- Melempar koin lalu menebaknya.
Latihan lainnya bisa dilakukan sambil duduk dalam kondisi rileks di
tempat yang cukup sepi. Niatkan bahwa kita ingin mendapatkan petunjuk
dari Tuhan mengenai perjalanan yang akan kita lakukan, kondisi
kesehatan, keuangan, urusan bisnis, atau apa saja yang menjadi masalah
kita saat itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada keluar masuknya napas
dari lubang hidung, sehingga kita semakin rileks dan memasuki suasana
yang hening. Begitu memasuki kondisi alpha, cobalah mulai menangkap
sinyal-sinyal yang muncul.
Sinyal yang muncul sangat tergantung pada kepekaan masing-masing orang.
Mereka yang penglihatannya peka (clair voyance) akan menangkap sinyal
itu dalam bentuk gambaran visual, mereka yang pendengarannya peka (clair
audience) akan menangkapnya dalam bentuk suara atau bisikan. Sementara
orang peka perasaannya (clair sentience) akan mengangkap sinyal itu
dengan perasaannya. Atau, tiba-tiba muncul begitu saja sebuah pengertian
atau kesimpulan baru yang kita yakini sebagai sesuatu yang benar meski
kita tidak tahu alasannya secara jelas.
Latihan-latihan itu perlu dilakukan setiap hari sehingga semakin lama
kita menjadi semakin peka. Jika sudah sampai pada tahap mahir, dengan
mudah dan cepat kita akan bisa “mengetahui” sesuatu yang akan terjadi.
Dengan begitu kita bisa berupaya menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak kita inginkan.
“The Marketing Sixth Sense”
Di pertengahan era 1990-an, ada sebuah eksperimen menarik yang dilakukan
oleh kwartet neuroscientist Giacomo Rizzolatti, Vittorio Gallese,
Luciano Fadiga, dan Leonardo Fogassi.
Para scientist asal Italia ini menemukan bahwa di dalam otak manusia terdapat sebuah area unik yang mereka namakan
Mirror Neuron.
Dinamakan seperti itu karena bagian ini memungkinkan kita untuk
mereplikasi perilaku orang lain yang kita lihat, seolah-olah kita
sendiri yang melakukannya.
Kemampuan tersebut menjadikan mirror neuron memiliki peranan penting
dalam proses pembelajaran. Misalnya saja saat kita menyaksikan seseorang
berlatih menggiring bola di tanah lapang, saat itu pula sebenarnya
mirror neuron sedang membantu kita untuk belajar menggiring bola
sendiri. Di level bawah sadar, mirror neuron memungkinkan kita untuk
belajar hanya dengan melihat (
learning just by watching).
Namun mirror neuron masih menyimpan satu rahasia lagi yang tidak kalah dahsyat: kemampuan untuk menggali
tacit information
tentang orang lain. Neuron ini tidak hanya membantu proses belajar
kita, namun juga membantu kita menyelami kehidupan orang lain.
Kita pun menjadi lebih mudah memahami apa yang dirasakan orang lain :
kebahagiaan
saat mereka bahagia dan kesedihan saat mereka berduka, termasuk
memahami kegelisahan dan keinginan mereka yang paling dalam (anxiety and
desire).
Bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh seorang marketer jika ”
indera keenam” tersebut dimilikinya!
Namun neuron mirror memiliki satu keterbatasan.
Area emas di dalam otak kita ini membutuhkan interaksi langsung dengan obyek agar optimal potensi mirroring yang dimilikinya.
Artinya, sebagai marketer kita harus bertemu langsung dengan pelanggan
untuk bisa memahami anxiety serta desire yang dimilikinya. Atau jika
memungkinkan, melakukan apa yang pelanggan lakukan.
Penelitian dari para neuroscientist ini mengajarkan kepada kita, bahwa
menjadi marketer handal tak cukup hanya bertumpu pada kemampuan analisa
yang mumpuni dari belakang meja. Bertemu langsung dengan pelanggan atau
pun menjalani langsung kehidupan mereka adalah sebuah pra syarat agar
kita bisa memahami context yang ada di balik semua data pemasaran.
Berikut ini dua formula umum untuk membantu perusahaan mempertajam
”indera keenam” para marketernya, sebagaimana dibahas pada acara dinner
seminar Marketeers bulan Februari lalu.
Formula 1: Bring the outside world into the office!
Dev Patnaik dalam buku terbarunya, Wired to Care, menyatakan bahwa cara
tercepat untuk mendapatkan karyawan yang benar-benar memahami pelanggan
adalah dengan merekrut pelanggan itu sendiri.
Inilah yang ditempuh oleh Prudential untuk menggaet sebanyak mungkin
pelanggan. Bukan rahasia lagi bahwa banyak freelance agent Prudential
dulunya adalah pelanggan. Bahkan ada tahapan di mana freelance agent ini
bisa menjadi karyawan tetap di Prudential.
Tentu tak semua perusahaan bisa melakukan hal di atas.
Cara lain adalah dengan mendatangkan pelanggan untuk bertemu langsung
dengan orang-orang di dalam perusahaan kita, terutama dengan karyawan
yang selama ini lebih banyak melakukan aktifitas di belakang meja.
Berikan kesempatan agar karyawan Anda mendengarkan langsung curahan hati
mereka. Dengan cara ini mereka akan bisa memiliki sensitifitas lebih
tinggi terhadap permasalahan pelanggan. Medianya bisa didesain dalam
bentuk sebuah training formal, ataupun melalui forum obrolan yang
sifatnya lebih informal.
Terkait pentingnya marketing sense bagi karyawan back office, kita
barangkali perlu mendengarkan pengalaman salah seorang kolega saya yang
sekarang menjabat sebagai Managing Director di sebuah perusahaan B2B
nasional.
Saat melakukan sharing tentang praktik account management, beliau
mengungkapkan sebuah nasehat yang saya ingat sampai sekarang; ”Sell your
company to your customers and sell your customer to your company”.
Bagian pertama kalimatnya mudah dipahami. Dalam industri B2B, tentu yang
dijual oleh seorang account manager bukan sekedar produk atau jasa,
tetapi semua kompetensi dan reputasi yang melekat pada perusahaan.
Lalu apa maksa frase ”
sell your customer to your company”?
Ternyata ini adalah tentang taktik account manager untuk mendapatkan
dukungan penuh dari tim back office perusahaan (customer service,
product specialist, dan sebagainya). Agar support dari tim back office
tak asal-asalan, maka account manager harus memfasilitasi agar mereka
memiliki kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan pelanggan.
Inilah sebuah momen yang akan menjadikan mereka bisa merasakan apa yang
dirasakan pelanggan, sehingga empati bisa menjadi spirit saat melakukan
pekerjaan. Akan beda halnya, jika mereka bekerja untuk pelanggan yang
sosok dan permasalahanya hanya mereka pahami melalui account manager
dalam bentuk penjelasan lisan maupun tulisan.
Formula 2 : Encourage employees to get out into the real world!
Ada beberapa contoh kasus menarik yang dibahas oleh Dev Patnaik terkait formula yang kedua ini.
Jika Anda adalah karyawan baru di Netflix, perusahaan jasa penyewaan
video asal Amerika, maka Anda berhak mendapatkan free subscription untuk
menikmati layanan dari perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Tidak punya DVD player di rumah? Jangan khawatir, perusahaan akan membelikannya untuk Anda!
Dengan cara ini, Netflix ingin agar semua karyawannya, baik yang di
front office maupun back office, mampu merasakan apa yang dirasakan
pelanggan. Benar-benar merasakannya sendiri, tidak sekedar membayangkan.
Beda lagi yang dilakukan oleh Smith & Hawken. Perusahaan gardening
tools ini memiliki sebuah kebun yang luas di kantor pusatnya. Semua
karyawan secara bergilir diwajibkan untuk meluangkan waktunya berkebun
di sana.
Inilah cara Smith & Hawken untuk menjadikan karyawan memahami bagaimana sebenarnya para pekebun melihat dunianya.
Kesimpulannya, siapa pun kita, untuk memiliki ”indera keenam” yang
mampu menerawang anxiety serta desire pelanggan, salah satu syaratnya
adalah melalui “tirakat” di dunia mereka.
Sumber Stres: Mengambil Keputusan dengan Kepala
Ketika kita berusaha menerka-nerka apa yang sebaiknya kita pilih dan
putuskan, biasanya proses berpikir yang terjadi melibatkan daftar
keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan. Namun kalau kita
teliti, sebenarnya proses pengambilan keputusan seperti ini sangat tidak
akurat.
- Pertama, kita tidak pernah punya data dan fakta yang lengkap
tentang semua sudut permasalahan. Barangkali dari 40 faktor, kita hanya
tahu 5-8 faktor saja.
- Kedua, kita harus mengasumsikan reaksi dan hasil dari pilihan
tersebut berdasarkan dugaan dan tebakan kita sendiri, yang belum pasti
akan terjadi demikian.
Sebenarnya intuisi merupakan bentuk kecerdasan yang lebih tinggi
daripada otak, karena meskipun kita tidak bisa mengetahui semua faktor
yang terlibat dalam permasalahan apapun, gelombang rasa yang muncul dari
hati sebenarnya sudah mencakup seluruh faktor meski tidak kita sadari.
Akibat kita terlalu memaksakan untuk menggunakan “kepala” dan jarang
bertanya kepada “hati” dalam segala situasi, maka timbullah berbagai
fenomena stres di zaman modern.
Memutuskan Pada Saatnya, Bukan Rekaan Antisipasi
Baru-baru ini saya mengikuti pelajaran bersama seorang guru dari Jepang
bernama Dharma. Selama hampir dua puluh tahun terakhir, dia menjadi
seorang terapis. Pengalaman dan kompetensinya hampir tidak bisa saya
ragukan, dan sepanjang tahun dia melakukan perjalanan ke berbagai negara
untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Bagi para terapis, seperti
saya, ini merupakan kesempatan emas untuk memperdalam ilmu dan
meningkatkan keterampilan kami dalam membantu berbagai klien yang datang
dengan seribu satu permasalahan.
Selama hampir dua puluh hari di Jakarta, ada satu hal yang sangat
menggelitik bagi saya. Di dalam kelas, para peserta yang kebanyakan juga
terapis menghujani Dharma dengan puluhan pertanyaan, yang berkaitan
dengan berbagai kasus. Ada yang bertanya “Bagaimana caranya mengatasi
klien yang tertimpa musibah keuangan?”, atau “Bagaimana kita bisa
menolong orang yang putus harapan?”, atau “Bagaimana caranya memberikan
saran pada orang putus cinta?”. Yang sangat menarik, hampir di setiap
kesempatan, guru tersebut selalu mengatakan: “Saya tidak tahu
jawabannya. Seandainya saya benar-benar ada di hadapan klien tersebut,
barulah saya bisa merasakan, mendengarkan hati saya, dan melakukan apa
yang terasa paling tepat.”
Bagi saya, inilah esensinya intuisi, atau terkadang diistilahkan dengan
‘kata hati’. Kita tidak menghabiskan waktu untuk berteori, menjadi sok
pintar dengan segala skenario dan hipotesa yang mungkin terjadi tapi
belum tentu terjadi. Ketika intuisi sudah menjadi panduan yang kita
percaya, maka apapun yang perlu kita pilih dan kita putuskan,
benar-benar dirasakan sepenuhnya pada momen tersebut ketika sedang
terjadi secara nyata. Bukan diantisipasi sebelumnya.
Jalan Menuju Ikhlas & Pelajaran Hidup
Apakah mendengarkan intuisi selalu merupakan pilihan dan keputusan yang
paling benar dan bijaksana? Menjawab pertanyaan ini tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Kita tidak pernah tahu dari berbagai pilihan
dan skenario yang kita reka-reka sendiri, yang mana yang paling tepat.
Bagi yang mengharapkan kepastian ketika mengikuti kata hati, tidak
jarang kekecewaan bisa muncul di kemudian hari, karena hidup ini memang
tidak pernah pasti. Namun bagi saya, ketika berbagai pilihan sudah
tersedia di depan mata, memilih berdasarkan intuisi bisa memberikan
kesiapan hati yang maksimal untuk mampu menerima dengan ikhlas apapun
konsekuensi yang hadir kemudian. Jadi, meskipun tidak pasti mendapatkan
hasil yang aman dan paling baik, kita lebih siap menghadapi
ketidakpastian hasil tersebut.
Mitos lain yang juga terkait dengan intuisi adalah, kalau kita selalu
mendengarkan intuisi maka hidup kita akan aman, selamat dan bebas
masalah. Padahal kalau kita jeli melihat hidup, setiap tantangan dan
masalah merupakan momentum pertumbuhan yang penting dan perlu dilalui
setiap orang. Banyak yang mengistilahkan bahwa hidup ini seperti
bersekolah. Kalau memang benar demikian, mendengarkan kata hati bukan
membuat kita bebas masalah, tapi justru mengantarkan kita untuk menemui
serangkaian tantangan dan masalah yang “perlu dan penting” untuk
dijadikan pelajaran jiwa. Kita perlu belajar untuk tidak menolak dan
menghindari masalah, dan memahaminya sebagai bagian yang esensial dalam
hidup ini.
Berani Mengikuti Intuisi
Dalam pertemuan saya dengan banyak orang, seringkali muncul ungkapan
seperti ini: “Sebenarnya saya sudah bisa merasakan apa yang perlu saya
lakukan, dan agaknya inilah bimbingan hati saya, tapi saya tidak berani
melangkah dan mengikutinya.” Ini bukanlah problem yang sulit, dan
berikut ada beberapa saran yang bisa Anda jalani untuk mengatasinya.
Pertama, mulailah melatih intuisi dari hal-hal atau
pilihan-pilihan yang kecil dulu. Seperti memilih menu makanan, mencari
lokasi parkir kendaraan yang ideal, memilih warna pakaian, dsb. Sama
seperti otot tubuh, otot intuisi Anda pun perlu diperkuat secara
bertahap. Lambat laun, otot intuisi Anda semakin kuat, jernih dan lebih
bisa diandalkan.
Kedua, mulai perhatikan bagaimana bedanya antara intuisi dengan
suara imajinasi dan pikiran Anda sendiri. Salah satu patokan saya
pribadi adalah biasanya intuisi tidak diikuti dengan nafsu atau
keyakinan yang kuat. Justru begitu kita merasa sangat yakin dan ingin
terbukti benar, malah seringkali itu bukanlah intuisi. Dengan rajin
mencermati, Anda mulai bisa membedakan intuisi dengan kebisingan pikiran
Anda sendiri.
Ketiga, coba renungkan dan ingat kembali beberapa peristiwa di
masa lalu, di mana Anda pernah mendengar tapi tidak mengikuti intuisi
Anda, lalu ingat hasilnya. Ingat juga berbagai momen di mana Anda pernah
mendengar dan juga mendengarkan intuisi Anda, dan ingat bagaimana
hasilnya. Secara bertahap, Anda pun akan membangun kembali rasa percaya
terhadap suara hati nurani Anda sendiri.
Terakhir, ingat bahwa kita telah dibiasakan untuk lebih
mendengarkan kata orang lain (orang tua, keluarga, sekolah, guru, teman,
dll), ketimbang mendengarkan panduan kata hati kita sendiri. Kita perlu
ingat bahwa kitalah yang paling tahu tentang hidup kita sendiri, dan
kita jugalah yang paling bertanggung jawab atas diri kita. Tidak ada
salahnya berkonsultasi dengan orang lain, tapi jangan abaikan intuisi
Anda ketika sudah tiba saatnya memutuskan.
Intuisi Mendekatkan Kita pada Sang Pencipta
Sebagian orang, termasuk saya sendiri, meyakini bahwa intuisi adalah
bimbingan Sang Pencipta yang diberikan melalui hati nurani kita,
terlepas dari keyakinan agama apa pun yang kita peluk. Dengan melatih
kembali kepekaan intuisi, Anda pun lebih terbuka untuk merasakan
kehadiran Ilahi dalam hidup, serta lebih peka untuk mendengarkan jawaban
dari berbagai doa Anda.
Tentu Anda pernah mendengar ungkapan “Manusia yang berusaha, tapi Tuhan
yang menentukan hasilnya”. Untuk bisa menjalankan ini, kita perlu
menjalani hidup dengan semangat dan upaya yang baik. Namun untuk bisa
menerima bahwa hasil akhirnya tidak sepenuhnya tergantung kita belaka,
dibutuhkan kepasrahan total. Tanpa mengikuti intuisi, sulit sekali
melatih kepasrahan dan keikhlasan yang sebenarnya merupakan kunci untuk
hidup ringan dan selaras.
Akhir kata, selamat mengasah kembali hati nurani Anda. Mulailah dengan
keheningan, untuk tiba di kebeningan, hingga Anda mampu mengikuti
bimbingan yang Anda butuhkan.
Hening, tanya, tunggu, dan perhatikan…